Sa’duddin Mahmud Syabistari
Cahaya dalam diri menciptakan Sufi, bukan kebiasaan agama. Sa’duddin Mahmud Syabistari dilahirkan di Syabistar, dekat Tabriz, sekitar tahun 1250 M. Dia menulis Gulshan-i-Raz, atau Kebun Mawar Rahasia, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh seorang doktor Sufi dari Herat bernama Dmir Syad Hosaini. Sangat sedikit kisah tentang kehidupan Mahmud Syabistari.
Dia menulis dua risalah lain tentang Sufisme di samping Gulshan-i-Raz yakni Haqqul Yaqin dan Risala-i-Shadid. Yang kita ketahui hanyalah bahwa dia memiliki seorang murid kesayangan bernama Syekh Ibrahim. Gulshan-i-Raz diperkenalkan di Eropa oleh dua pelancong di tahun 1770. Selanjutnya, salinan-salinan puisinya ditemukan di beberapa perpustakaan Eropa. Pada tahun 1821 Dr. Tholuck, dari Berlin, menerbitkan nukilan-nukilannya, dan pada tahun 1825 sebuah terjemahan bahasa Jerman dari petikan puisi itu muncul dalam buku lain yang ditulisnya. Setelah itu sebuah terjemahan lirik dan teks Persia diterbitkan oleh Von Hammer Purgstall di Berlin dan Vienna. Gilshan-i-Raz diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan, dengan teks Persia dan nukilan dari edisi Hammer dan catatan-catatan Lajihi, oleh Mr. Whinfield pada tahun 1880.
Puisi Sufi
Para pembaca puisi Sufi hampir pasti akan terpesona, mungkin bahkan terseret, oleh bahasanya yang luar biasa elok, oleh keakraban dengan Sang Khaliq, oleh pengabaian yang tampak jelas pada semua hukum manusia dan Ilahiah. Tetapi pada pengujian selanjutnya keajaiban cinta para Sufi kepada Sang Kekasih memancar dengan intensitas yang jernih, laksana terang yang bersiram cahaya indah.
Mereka sedang jatuh cinta kepada Sang Tunggal, dan cinta mereka mewujud ke dalam lagu-lagu pujian dan ketakjuban yang begitu elok:
Aku mendengar dan terpikat;
ruhku bergegas untuk merengkuh
dekapan penerimaan Cinta,
karena suara itu begitu manis.
Vaughan berkata:
Mistisisme Oriental telah menjadi terkenal karena pujangga-pujangganya, dan dalam puisi ia melepaskan semua kekuatan dan apinya.
[Kaurn Sufi] … memiliki tugas tunggal dan sederhana, untuk menjadikan hati mereka sebuah cermin yang suci bagi Tuhan.
Cinta adalah tema kaum Sufi, Ilahi, Cinta Abadi, dan ke dalam lautan Cinta mereka merangkum pasrah tanpa berpikir panjang.
Rumi bernyanyi:
Ngengat-ngengat, terbakar oleh cahaya obor di wajah Sang Kekasih, adalah pecinta-pecinta yang berdiam di tempat suci.
Kalaupun kita dianggap gila atau mabuk, ini karena Pembawa Piala dan Sang Piala.
Karena mulutku telah mengunyah Kemanisan-Nya Dalam pandangan yang jelas kulihat Dia berhadap-hadapan.
Simbolisme Sufi
Dalam membaca puisi kaum Sufi yang mempesona, haruslah diingat bahwa, meskipun symbol-simbol cinta dan keindahan keduniawian dipergunakan secara bebas, namun makna yang sesungguhnya tersembunyi. Tidak ragu lagi, ini secara sengaja dilakukan untuk tetap menjaga rahasia cinta mistis mereka, agar duniawi tidak mencemooh. Tetapi bersamaan berlalunya waktu, kata-kata tertentu mulai memiliki makna yang sudah dikenal di kalangan mereka sendiri. Misalnya:
Pelukan dan ciuman adalah pesona-pesona cinta.
Tidur adalah kontemplasi,
Parfum adalah harapan untuk berkah Ilahi.
Anggur, yang dilarang oleh Nabi Muhammad kepada pengikutnya, digunakan sebagai sebuah symbol-kata oleh kaum Sufi untuk menunjuk pengetahuan spiritual, dan
Penjual anggur berarti seorang pemandu spiritual.
Sebuah Kedai minum adalah tempat dimana anggur cinta Ilahi memabukkan para musafir.
Kemabukan berarti ekstase religius, Keriangan adalah kesenangan dalam cinta Sang Khaliq.
Keindahan berarti keagungan Sang Kekasih.
Rambut ikal dan Rambut berarti kemurnian yang menyelubungi wajah Kesatuan dari para pecinta-Nya.
Pipi berarti esensi nama-nama dan sifat-sifat Ilahi. Bulu halus adalah dunia ruh-ruh suci yang paling dekat dengan Ketuhanan. Tahi lalat pada pipi adalah titik Kesatuan yang tak bisa dibagi.
Obor adalah cahaya yang terpancar dalam hati oleh Sang Kekasih.
Kita karenanya memahami bahwa bagi Sufi, cinta antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah gambaran berbayang dari cinta antara jiwa dan Tuhan, dan sebagaimana seorang pecinta akan memimpikan kekasihnya, menyanyikan pujian-pujiannya, dan selalu dahaga untuk menatap wajahnya, demikian pula kaum Sufi terus-menerus memimpikan Tuhan mereka, dengan merenungkan sifat-sifat-Nya, dan terserap oleh kerinduan yang membakar pada kehadiran-Nya.
Sejarah mistisisme berisi banyak lagu yang menggelora untuk Sang Mutlak, tetapi dalam puisi Sufi ada sebuah kekayaan yang khas, sebuah kedalaman, sebuah warna yang memikat dan mempesona begitu banyak dari kita. Puisi Sufi berlimpahan kiasan-kiasan dan kisah-kisah cinta, cerita-cerita tentang Laila dan Majnun, Yusuf dan Zulaikha, Salaman dan Absal, dimana mudah untuk membaca makna tersembunyi dari nafsu kepada Sang Mutlak. Tema tema cinta kaum Sufi begitu beragam; kita mendengar nyanyian-nyanyian burung bul-bul yang sedang jatuh cinta pada bunga mawar, ngengat yang bergirangan mengitari cahaya lilin, burung merpati yang gundah gulana karena kehilangan pasangannya, salju yang meleleh di padang pasir dan bergerak ke langit sebagai asap, tentang sebuah malam yang gulita di gurun bersarna seekor unta yang membeku kedinginan, tentang alang-alang yang tersobek dari akarnya menjadi sebuah seruling dengan nada sendu yang meneteskan air mata.
Seni Syabistari
Telah saya sebutkan bahwa sedikit sekali pengetahuan kita tentang hidup Syabistari, tetapi berkenaan dengan ajaran dan pengetahuannya tentang Sufisme terdapat bukti dalam buku ini; dan meskipun dia tidak terpikat oleh ketakjuban subtil Hafizh, meskipun dia tidak memiliki keaslian Rumi atau dalam gaya tidak sebanding dengan elegansi jami, tetapi dalam kepolosan dan kelangsungan ucapannya, dan dalam kesungguhan tujuannya, dia mungkin melebihi mereka semua. Dia memberi kita sebuah pandangan yang jelas dan terang dalam sinar matahari yang terang benderang tentang Kebajikan dan Kejahatan, Hakikat dan Ilusi, Kearifan dan Pengabaian.
Kita tidak menemukan diri kita dalam senjakala dari sebuah pulau berwarna indah yang kadang-kadang kita jelalahi, tertarik ke mari oleh suara-suara manis kaum Sufi, di mana, di tengah-tengah parfum yang semerbak wangi dari sebuah taman Oriental, sang pecinta sedang melantunkan lagu-lagu cinta yang memikat, baik tentang nafsu duniawi atau kemabukan Ilahiah, tetaplah menjadi kontroversi yang memanas sampai saat ini. Tidak pula kita memperoleh nasihat yang berani seperti diberikan Jami ketika
dia bernyanyi:
Reguklah dalam-dalam cinta duniawi,
agar bibirmu mampu mengecap
anggur cinta yang lebih suci.
Pandangan Mahmud pada Sang Hakikat adalah langsung dan distingtif, bukannya pandangan tak langsung yang menjadi penglihatan sebagian mistikus, dan dari Sang Hakikat ini dia mampu membedakan dengan tajam antara kekuatan-kekuatan Kebaikan dan Kejahatan yang saling bertikai. Dia mendorong dengan penuh kasih kepada manusia untuk mencari Kebenaran (al-Haqq), untuk merindukan substansi bukannya fatamorgana, untuk mengabaikan pikatan dan ilusi cinta duniawiah, tetapi justru memusatkan semua kekaguman hatinya kepada Sang Kekasih.
Kebun Mawar Rahasia
Hampir tujuh ratus tahun sejak Mahmud menanami kebunnya dengan mawar-mawar Cinta dan Kekaguman, Akal Budi dan Iluminasi Spiritual. Sejak itu, banyak yang telah mengembara di sana, berdiam di jalan-jalan rahasia dan memetik mekar-mekar bunga yang harum untuk dibawa pulang ke dunia bayang-bayang dan tak nyata. Apa warna mawar-mawar yang tidak bisa lekang ini? Apa keagungan abadi mereka, dan bebauan apa yang terhirup dari mereka sehingga tetap hidup melewati zaman-zaman? Puisi ini dibuka dengan pernyataan tentang eksistensi tunggal Sang Dzat Sejati, dan ilusi fatamorgana dunia. Bagaimana manusia bisa mencapai pengetahuan tentang Tuhan? Dengan pikiran, karena Pikiran berlalu dari kesalahan menuju kebenaran.
Tetapi akal budi dan indera tidak mampu membinasakan kenyataan dunia fenomenal yang tampak ini. Akal budi yang memandang Cahaya Maha Cahaya telah terbutakan seperti seekor kelelawar yang terbutakan sinar matahari. Ia kemudian menjadi kesadaran yang muncul dalam jiwanya yang hampa.
Pada titik ini (pembasmian diri) memungkinkan bagi manusia untuk menatap cahaya Ruh. Di dunia ini terpantullah beragam atribut Sang Wujud, dan setiap atom Tak-Wujud merefleksikan satu atribut Ilahi: Setiap atom bersembunyi di balik selubungnva kecantikan yang menakjubkan jiwa dari wajah Sang Kekasih.
Dan atom-atom ini sangat merindu untuk bergabung kembali dengan sumber mereka. Perjalanan menuju Sang Kekasih hanya memiliki dua tahapan: mematikan diri dan menyatu dengan Sang Kebenaran.
Dua tahapan ini “perjalanan ke atas menuju Tuhan” dan “perjalanan turun menuju Tuhan” - adalah sebuah sirkuit. Barangsiapa yang telah mengitari sirkuit ini menjadi seorang manusia sempurna.
Ketika dilahirkan ke dunia ini, manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, dan jika dia memberikan jalan kepada nafsu-nafsu itu maka jiwanya akan tersesat. Tetapi pada masing-masing jiwa ada sebuah insting kepada Tuhan dan kerinduan kepada kesucian. Jika kehendak manusia mendorong insting ini dan mengembangkan kerinduan ini, semburat cahaya Ilahi akan menyiraminya, dan dia, dengan rasa penyesalan, berpaling dan berjalan menuju Tuhan; setelah berhasil mengesampingkan keakuan, dia akan bertemu dan menyatu dengan Sang Kebenaran dalam ruh.
Inilah keadaan suci para wali dan rasul. Tetapi manusia tidak boleh beristirahat dalam kesatuan Ilahiah ini. Dia harus kembali kepada dunia tak hakiki ini, dan dalam perjalanan turun ke bumi ini harus tetap menjaga hukum dan keimanan manusia umumnya. Eksistensi fenomenal ini, yakni, Tak-Wujud, adalah sebuah ilusi yang ditipekan dengan mempertimbangkan ketidaknyataan gema-gema dan refleksi-refleksi dan dengan merenungkan masa silam dan masa depan, dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi, yang sesaat eksistensi mereka tampak nyata, tetapi tenggelam ke masa silam menjadi samar dan berbayang.
Disposisi-disposisi yang diperoleh manusia dalam hidup ini di dunia esok akan dimanifestasikan ke dalam tubuh-tubuh spiritual; setiap bentuk akan sesuai dengan kehidupan masa silam. Gagasan material Surga dan neraka selanjutnya akan dikenal sebagai kisah yang ganjil. Tak ada sifat atau distingsi akan tetap sama untuk kehendak yang sempurna. Maka minumlah dengan piala kesatuan dengan Tuhan. Yang demikian adalah harapan kaum Sufi, tetapi di dunia ini kemabukan dari piala kesatuan diikuti oleh kepeningan perpisahan.
Pohon Pusat Keindahan
Di seluruh kebun rahasianya Mahmud telah menanamkan mawar-mawar Akal Budi, Keyakinan, Pengetahuan dan Keimanan; mereka sedang bermekaran di mana-mana, indah dalam warna Kebenaran dan Kemurnian yang penuh semangat. Tetapi di dalam pusat inilah kita temukan sebatang pohon Mawar keagungan yang tiada bandingannya, yang berkilauan dengan mekar-mekar pengabdian cinta; inilah pohon yang ditanam Mahmud dengan sepenuh kekaguman jiwa - penggambaran wajah sempurna Sang Kekasih. Di tempat ini kita terpaku dan terpesona, dan dalam ketenangan mistis kita tampak mendengar suara, dalam kerinduan cinta yang panjang, jiwa yang menanam pohon-Mawar ini, menggemakan perkataan yang sublim:
Lihat hanya Satu,
katakan hanya Satu,
kenal hanya Satu.
Sumber: www.sufinews.com
Cahaya dalam diri menciptakan Sufi, bukan kebiasaan agama. Sa’duddin Mahmud Syabistari dilahirkan di Syabistar, dekat Tabriz, sekitar tahun 1250 M. Dia menulis Gulshan-i-Raz, atau Kebun Mawar Rahasia, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh seorang doktor Sufi dari Herat bernama Dmir Syad Hosaini. Sangat sedikit kisah tentang kehidupan Mahmud Syabistari.
Dia menulis dua risalah lain tentang Sufisme di samping Gulshan-i-Raz yakni Haqqul Yaqin dan Risala-i-Shadid. Yang kita ketahui hanyalah bahwa dia memiliki seorang murid kesayangan bernama Syekh Ibrahim. Gulshan-i-Raz diperkenalkan di Eropa oleh dua pelancong di tahun 1770. Selanjutnya, salinan-salinan puisinya ditemukan di beberapa perpustakaan Eropa. Pada tahun 1821 Dr. Tholuck, dari Berlin, menerbitkan nukilan-nukilannya, dan pada tahun 1825 sebuah terjemahan bahasa Jerman dari petikan puisi itu muncul dalam buku lain yang ditulisnya. Setelah itu sebuah terjemahan lirik dan teks Persia diterbitkan oleh Von Hammer Purgstall di Berlin dan Vienna. Gilshan-i-Raz diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan, dengan teks Persia dan nukilan dari edisi Hammer dan catatan-catatan Lajihi, oleh Mr. Whinfield pada tahun 1880.
Puisi Sufi
Para pembaca puisi Sufi hampir pasti akan terpesona, mungkin bahkan terseret, oleh bahasanya yang luar biasa elok, oleh keakraban dengan Sang Khaliq, oleh pengabaian yang tampak jelas pada semua hukum manusia dan Ilahiah. Tetapi pada pengujian selanjutnya keajaiban cinta para Sufi kepada Sang Kekasih memancar dengan intensitas yang jernih, laksana terang yang bersiram cahaya indah.
Mereka sedang jatuh cinta kepada Sang Tunggal, dan cinta mereka mewujud ke dalam lagu-lagu pujian dan ketakjuban yang begitu elok:
Aku mendengar dan terpikat;
ruhku bergegas untuk merengkuh
dekapan penerimaan Cinta,
karena suara itu begitu manis.
Vaughan berkata:
Mistisisme Oriental telah menjadi terkenal karena pujangga-pujangganya, dan dalam puisi ia melepaskan semua kekuatan dan apinya.
[Kaurn Sufi] … memiliki tugas tunggal dan sederhana, untuk menjadikan hati mereka sebuah cermin yang suci bagi Tuhan.
Cinta adalah tema kaum Sufi, Ilahi, Cinta Abadi, dan ke dalam lautan Cinta mereka merangkum pasrah tanpa berpikir panjang.
Rumi bernyanyi:
Ngengat-ngengat, terbakar oleh cahaya obor di wajah Sang Kekasih, adalah pecinta-pecinta yang berdiam di tempat suci.
Kalaupun kita dianggap gila atau mabuk, ini karena Pembawa Piala dan Sang Piala.
Karena mulutku telah mengunyah Kemanisan-Nya Dalam pandangan yang jelas kulihat Dia berhadap-hadapan.
Simbolisme Sufi
Dalam membaca puisi kaum Sufi yang mempesona, haruslah diingat bahwa, meskipun symbol-simbol cinta dan keindahan keduniawian dipergunakan secara bebas, namun makna yang sesungguhnya tersembunyi. Tidak ragu lagi, ini secara sengaja dilakukan untuk tetap menjaga rahasia cinta mistis mereka, agar duniawi tidak mencemooh. Tetapi bersamaan berlalunya waktu, kata-kata tertentu mulai memiliki makna yang sudah dikenal di kalangan mereka sendiri. Misalnya:
Pelukan dan ciuman adalah pesona-pesona cinta.
Tidur adalah kontemplasi,
Parfum adalah harapan untuk berkah Ilahi.
Anggur, yang dilarang oleh Nabi Muhammad kepada pengikutnya, digunakan sebagai sebuah symbol-kata oleh kaum Sufi untuk menunjuk pengetahuan spiritual, dan
Penjual anggur berarti seorang pemandu spiritual.
Sebuah Kedai minum adalah tempat dimana anggur cinta Ilahi memabukkan para musafir.
Kemabukan berarti ekstase religius, Keriangan adalah kesenangan dalam cinta Sang Khaliq.
Keindahan berarti keagungan Sang Kekasih.
Rambut ikal dan Rambut berarti kemurnian yang menyelubungi wajah Kesatuan dari para pecinta-Nya.
Pipi berarti esensi nama-nama dan sifat-sifat Ilahi. Bulu halus adalah dunia ruh-ruh suci yang paling dekat dengan Ketuhanan. Tahi lalat pada pipi adalah titik Kesatuan yang tak bisa dibagi.
Obor adalah cahaya yang terpancar dalam hati oleh Sang Kekasih.
Kita karenanya memahami bahwa bagi Sufi, cinta antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah gambaran berbayang dari cinta antara jiwa dan Tuhan, dan sebagaimana seorang pecinta akan memimpikan kekasihnya, menyanyikan pujian-pujiannya, dan selalu dahaga untuk menatap wajahnya, demikian pula kaum Sufi terus-menerus memimpikan Tuhan mereka, dengan merenungkan sifat-sifat-Nya, dan terserap oleh kerinduan yang membakar pada kehadiran-Nya.
Sejarah mistisisme berisi banyak lagu yang menggelora untuk Sang Mutlak, tetapi dalam puisi Sufi ada sebuah kekayaan yang khas, sebuah kedalaman, sebuah warna yang memikat dan mempesona begitu banyak dari kita. Puisi Sufi berlimpahan kiasan-kiasan dan kisah-kisah cinta, cerita-cerita tentang Laila dan Majnun, Yusuf dan Zulaikha, Salaman dan Absal, dimana mudah untuk membaca makna tersembunyi dari nafsu kepada Sang Mutlak. Tema tema cinta kaum Sufi begitu beragam; kita mendengar nyanyian-nyanyian burung bul-bul yang sedang jatuh cinta pada bunga mawar, ngengat yang bergirangan mengitari cahaya lilin, burung merpati yang gundah gulana karena kehilangan pasangannya, salju yang meleleh di padang pasir dan bergerak ke langit sebagai asap, tentang sebuah malam yang gulita di gurun bersarna seekor unta yang membeku kedinginan, tentang alang-alang yang tersobek dari akarnya menjadi sebuah seruling dengan nada sendu yang meneteskan air mata.
Seni Syabistari
Telah saya sebutkan bahwa sedikit sekali pengetahuan kita tentang hidup Syabistari, tetapi berkenaan dengan ajaran dan pengetahuannya tentang Sufisme terdapat bukti dalam buku ini; dan meskipun dia tidak terpikat oleh ketakjuban subtil Hafizh, meskipun dia tidak memiliki keaslian Rumi atau dalam gaya tidak sebanding dengan elegansi jami, tetapi dalam kepolosan dan kelangsungan ucapannya, dan dalam kesungguhan tujuannya, dia mungkin melebihi mereka semua. Dia memberi kita sebuah pandangan yang jelas dan terang dalam sinar matahari yang terang benderang tentang Kebajikan dan Kejahatan, Hakikat dan Ilusi, Kearifan dan Pengabaian.
Kita tidak menemukan diri kita dalam senjakala dari sebuah pulau berwarna indah yang kadang-kadang kita jelalahi, tertarik ke mari oleh suara-suara manis kaum Sufi, di mana, di tengah-tengah parfum yang semerbak wangi dari sebuah taman Oriental, sang pecinta sedang melantunkan lagu-lagu cinta yang memikat, baik tentang nafsu duniawi atau kemabukan Ilahiah, tetaplah menjadi kontroversi yang memanas sampai saat ini. Tidak pula kita memperoleh nasihat yang berani seperti diberikan Jami ketika
dia bernyanyi:
Reguklah dalam-dalam cinta duniawi,
agar bibirmu mampu mengecap
anggur cinta yang lebih suci.
Pandangan Mahmud pada Sang Hakikat adalah langsung dan distingtif, bukannya pandangan tak langsung yang menjadi penglihatan sebagian mistikus, dan dari Sang Hakikat ini dia mampu membedakan dengan tajam antara kekuatan-kekuatan Kebaikan dan Kejahatan yang saling bertikai. Dia mendorong dengan penuh kasih kepada manusia untuk mencari Kebenaran (al-Haqq), untuk merindukan substansi bukannya fatamorgana, untuk mengabaikan pikatan dan ilusi cinta duniawiah, tetapi justru memusatkan semua kekaguman hatinya kepada Sang Kekasih.
Kebun Mawar Rahasia
Hampir tujuh ratus tahun sejak Mahmud menanami kebunnya dengan mawar-mawar Cinta dan Kekaguman, Akal Budi dan Iluminasi Spiritual. Sejak itu, banyak yang telah mengembara di sana, berdiam di jalan-jalan rahasia dan memetik mekar-mekar bunga yang harum untuk dibawa pulang ke dunia bayang-bayang dan tak nyata. Apa warna mawar-mawar yang tidak bisa lekang ini? Apa keagungan abadi mereka, dan bebauan apa yang terhirup dari mereka sehingga tetap hidup melewati zaman-zaman? Puisi ini dibuka dengan pernyataan tentang eksistensi tunggal Sang Dzat Sejati, dan ilusi fatamorgana dunia. Bagaimana manusia bisa mencapai pengetahuan tentang Tuhan? Dengan pikiran, karena Pikiran berlalu dari kesalahan menuju kebenaran.
Tetapi akal budi dan indera tidak mampu membinasakan kenyataan dunia fenomenal yang tampak ini. Akal budi yang memandang Cahaya Maha Cahaya telah terbutakan seperti seekor kelelawar yang terbutakan sinar matahari. Ia kemudian menjadi kesadaran yang muncul dalam jiwanya yang hampa.
Pada titik ini (pembasmian diri) memungkinkan bagi manusia untuk menatap cahaya Ruh. Di dunia ini terpantullah beragam atribut Sang Wujud, dan setiap atom Tak-Wujud merefleksikan satu atribut Ilahi: Setiap atom bersembunyi di balik selubungnva kecantikan yang menakjubkan jiwa dari wajah Sang Kekasih.
Dan atom-atom ini sangat merindu untuk bergabung kembali dengan sumber mereka. Perjalanan menuju Sang Kekasih hanya memiliki dua tahapan: mematikan diri dan menyatu dengan Sang Kebenaran.
Dua tahapan ini “perjalanan ke atas menuju Tuhan” dan “perjalanan turun menuju Tuhan” - adalah sebuah sirkuit. Barangsiapa yang telah mengitari sirkuit ini menjadi seorang manusia sempurna.
Ketika dilahirkan ke dunia ini, manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, dan jika dia memberikan jalan kepada nafsu-nafsu itu maka jiwanya akan tersesat. Tetapi pada masing-masing jiwa ada sebuah insting kepada Tuhan dan kerinduan kepada kesucian. Jika kehendak manusia mendorong insting ini dan mengembangkan kerinduan ini, semburat cahaya Ilahi akan menyiraminya, dan dia, dengan rasa penyesalan, berpaling dan berjalan menuju Tuhan; setelah berhasil mengesampingkan keakuan, dia akan bertemu dan menyatu dengan Sang Kebenaran dalam ruh.
Inilah keadaan suci para wali dan rasul. Tetapi manusia tidak boleh beristirahat dalam kesatuan Ilahiah ini. Dia harus kembali kepada dunia tak hakiki ini, dan dalam perjalanan turun ke bumi ini harus tetap menjaga hukum dan keimanan manusia umumnya. Eksistensi fenomenal ini, yakni, Tak-Wujud, adalah sebuah ilusi yang ditipekan dengan mempertimbangkan ketidaknyataan gema-gema dan refleksi-refleksi dan dengan merenungkan masa silam dan masa depan, dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi, yang sesaat eksistensi mereka tampak nyata, tetapi tenggelam ke masa silam menjadi samar dan berbayang.
Disposisi-disposisi yang diperoleh manusia dalam hidup ini di dunia esok akan dimanifestasikan ke dalam tubuh-tubuh spiritual; setiap bentuk akan sesuai dengan kehidupan masa silam. Gagasan material Surga dan neraka selanjutnya akan dikenal sebagai kisah yang ganjil. Tak ada sifat atau distingsi akan tetap sama untuk kehendak yang sempurna. Maka minumlah dengan piala kesatuan dengan Tuhan. Yang demikian adalah harapan kaum Sufi, tetapi di dunia ini kemabukan dari piala kesatuan diikuti oleh kepeningan perpisahan.
Pohon Pusat Keindahan
Di seluruh kebun rahasianya Mahmud telah menanamkan mawar-mawar Akal Budi, Keyakinan, Pengetahuan dan Keimanan; mereka sedang bermekaran di mana-mana, indah dalam warna Kebenaran dan Kemurnian yang penuh semangat. Tetapi di dalam pusat inilah kita temukan sebatang pohon Mawar keagungan yang tiada bandingannya, yang berkilauan dengan mekar-mekar pengabdian cinta; inilah pohon yang ditanam Mahmud dengan sepenuh kekaguman jiwa - penggambaran wajah sempurna Sang Kekasih. Di tempat ini kita terpaku dan terpesona, dan dalam ketenangan mistis kita tampak mendengar suara, dalam kerinduan cinta yang panjang, jiwa yang menanam pohon-Mawar ini, menggemakan perkataan yang sublim:
Lihat hanya Satu,
katakan hanya Satu,
kenal hanya Satu.
Sumber: www.sufinews.com